19 November 2009

Tugas Stupa 7 Taman Budaya Borneo









TAMAN BUDAYA BORNEO


Keragaman Sosial Budaya Dayak, Melayu dan Cina Sebagai “Wajah” Masyarakat Kota Pontianak.



Tain Odop :: 5085 221 005

Dosen :: Priyo Pratikno ST, MT



UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

@ 2009




PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG PROYEK


Sebagai sebuah kota yang terus berkembang dan menaungi begitu banyak elemen masyarakat, kota Pontianak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif. Masyarakat kota hidup dengan rukun dengan toleransi yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kehidupan kotanya yang bersahaja dengan kehidupan para pemeluk agama yang juga saling menghargai.

Kehidupan masyarakat kota yang bersahaja dan bertoleransi tinggi tersebut perlu ditingkatkan agar kehidupan social masyarakatnya mampu mencerminkan sebuah kebudayaan yang hidup dalam tatanan social tinggi. Hal ini akan membuat sebuah identitas masyarakat menjadi lebih berbudaya, berkarakter dan berkembang dalam tatanan zaman masa kini.

Kehidupan social budaya masyarakat kota perlu dinaungi dalam sebuah lingkar kebudayaan dan bentuk fisik yang nyata, agar bisa menjadi sebuah kebanggaan yang utuh dan menjadi bukti nyata bagaimana masyarakatnya berkembang beriringan.

Sebagai sebuah kota dengan keragaman kehidupan social budaya yang komplek, Pontianak memiliki beragam suku bangsa yang belum terekspos sebagai sebuah potensi wisata daerah. Setidaknya ada tiga suku besar dengan kultur budaya yang kuat di kota ini. Ketiga suku besar ini adalah Suku Dayak, Suku Melayu dan Suku Tionghoa. Suku-suku lain seperti Jawa, Madura, Batak, Bugis, dan Padang merupakan suku yang juga ada di Pontianak namun persentasenya lebih kecil dibandingkan ketiga suku diatas.

Karakter kota yang berbudaya dengan tatanan kehidupan social yang beragam tadilah yang menjadi bahan pertimbangan bagaimana menciptakan kota yang semakin berkarakter, berbudaya dan semakin bertoleransi. End product dari latar belakang pemikiran ini nantinya akan menciptakan sebuah ruang fisik kebudayaan yang mampu menaungi kebutuhan social budaya masyarakat dalam bentuk Taman Budaya yang dinamakan Taman Budaya Borneo.

Bangunan ini nantinya merupakan wajah kota, wajah kebudayaan dan wajah social masyarakat Pontianak yang diwakili oleh arsitektur budaya dan social masyarakat Dayak, Melayu dan Tionghoa. Tujuan akhirnya akan menciptakan sebuah ruang public yang akan menaungi even-even budaya dan kegiatan promosi kebudayaan di kota Pontianak itu sendiri.



I.2 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Seperti yang telah kita ketahui, di Kalimantan Barat berdomisili berbagai suku-suku dari Nusantara. Suku-suku tersebut hidup berdampingan dan tumbuh bersama dalam keberagamannya. Suku-suku utama dengan persentase yang cukup besar seperti Dayak, Melayu dan Cina (Tionghoa) telah member warna kebudayaan yang kental dalam kehidupan sehari-hari di kota ini.

Pontianak sebagai kota Katulistiwa juga semakin kaya keberagaman social budayanya dengan hadirnya suku-suku bangsa lain seperti Jawa, Sunda, Madura, Batak, Bugis, Flores, Bali, dll. Program pemerintah pusat yang menggalakkan transmigrasi dari dan ke keberbagai daerah juga telah menciptakan sebuah komunitas cultural yang baru sehingga semakin memperkaya keberagaman tersebut. Tidak jarang terjadi cross culture alias kawin silang kebudayaan sehingga semakin memperkaya keberagaman dan kehidupan social yang saling memahami.




SUKU BANGSA


Sebagai kota yang terbuka dengan kota-kota lain serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya sehingga menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Hampir sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia terwakili menjadi warga masyarakat kota. Suku-suku bangsa yang ada di Kota Pontianak seperti suku bangsa Dayak, suku bangsa Batak, suku bangsa Padang, suku bangsa Jawa, suku bangsa Bugis, suku bangsa Melayu, suku bangsa Tionghoa, dan lain-lain.



EVENT BUDAYA


Event/peristiwa budaya yang dapat menarik wisatawan manca negara maupun wisatawan nusantara dan diadakan secara berkala di Kota Pontianak seperti sebagai berikut:


Festival Budaya Bumi Khatulistiwa

Diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun dimulai tahun 1991, tahun 1993, tahun 1995 dan tahun 1997. Festival ini dipusatkan di Kota Pontianak dengan mengundang daerah-daerah lain di Pulau Kalimantan serta daerah-daerah di Pulau Sumatera diselenggarakan pada tanggal 21 sampai dengan tanggal 25 Maret pada tahun penyelenggaraannya. Dan pada festival ini dirangkaikan dengan peristiwa alam yang tejadi di Kota Pontianak yaitu kulminasi matahari.



Even Budaya Tahunan


Gawai Dayak

Diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 20 Mei sampai dengan tanggal 25 Mei di Rumah Betang di Jalan Sutoyo Pontianak, event ini diselenggarakan untuk menumbuh kembangkan budaya suku Dayak yang masih berkembang seperti budaya seni, budaya sosial sebagai penduduk asli Kalimantan Barat.


Peristiwa Budaya

Yang setiap tahun diadakan di Kota Pontianak beriring dengan Hari Ulang Tahun Pemerintah Kota Pontianak jatuh pada tanggal 23 Oktober kemudian Hari Ulang Tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.


Pada acara/event ini ditampilkan tari-tarian, permainan rakyat, kerajinan rakyat yang berkembang di daerah Kalimantan Barat. Event-event tersebut diatas merupakan rangkaian peristiwa yang menjadi daya tarik wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara untuk berkunjung ke Kota Pontianak.



Naik Dango

Naik Dango merupakan acara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis Dayak yang biasa diselenggarakan pada Rumah Betang di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak.


Meriam Karbit/Keriang Bandong

Festival Meriam Karbit biasanya diselenggarakan pada bulan Puasa (Ramadhan) menjelang Hari Raya Lebaran (Idul Fitri) dimana masyarakat yang berada di sisi Sungai Kapuas saling berhadapan dan membunyikan meriam karbit yang saling bersahutan. Perayaan ini dijadikan Festival Meriam Karbit kemudian dilanjutkan dengan Festival Keriang Bandong. Perayaan ini diselenggarakan oleh masyarakat dengan memasang lampu minyak tanah dengan asesoriesnya sehingga kelihatan menarik. Setiap rumah di pinggir Sungai Kapuas memasang lampu berwarna- warni yang dirangkaikan menjadi bentuk-bentuk yang menarik.


Imlek

Imlek merupakan perayaan tahun baru bagi masyarakat Tionghoa (Cina). Setiap tahunnya orang-orang suku Tionghoa merayakan hari tahun baru ini. Disebagian besar kota Pontianak dengan populasi sekitar 28%, kemeriahan Imlek bias menjadi sebuah daya tarik even budaya yang unik dan amat khas di Kalimantan Barat. Selain di Pontianak kota, perayaan imlek juga dirayakan besar-besaran di Singkawang dan beberapa kabupaten lain di Kalbar.


Cap Go Meh/Barongsai

Cap Go Meh adalah perayaan yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis China (Tionghoa) dengan menampilkan barongsai/naga. Penyelenggaraan jatuh pada 15 hari setelah Tahun Baru masyarakat China (Tionghoa).





KONSEP DAN TEMA PERANCANGAN




TEMA PERANCANGAN


Keragaman Sosial Budaya Dayak, Melayu dan Cina Sebagai “Wajah” Masyarakat Kota Pontianak.



Arsitektur Sebagai Representasi Kehidupan Bermasyarakat


Kehidupan masyarakat kota yang beragam tersebut perlu ditingkatkan agar kehidupan social masyarakatnya mampu mencerminkan sebuah kebudayaan yang hidup dalam tatanan social tinggi. Hal ini akan membuat sebuah identitas masyarakat menjadi lebih berbudaya, berkarakter dan berkembang dalam tatanan zaman masa kini. Kehidupan social budaya masyarakat kota perlu dinaungi dalam sebuah lingkar kebudayaan dan bentuk fisik yang nyata, agar bisa menjadi sebuah kebanggaan yang utuh dan menjadi bukti sejarah bagaimana masyarakatnya tumbuh, berkembang dan berjalan beriringan.

Sebagai sebuah kota dengan keragaman kehidupan social budaya yang komplek, Pontianak memiliki beragam suku bangsa yang belum terekspos sebagai sebuah potensi wisata daerah. Tiga suku besar dengan kultur budaya yang kuat di kota ini yang telah disebutkan diatas menjadi sebuah representasi arsitektural kehidupan dan sejarah kota. Karenanya perlu diciptakan sebuah ruang public yang memiliki cita rasa dan karsa agar representasi kebudayaan tersebut tercipta dalam bentuk fisik sehingga cross culture dan keberagaman ini menjadi satu dalam bentuk arsitektur dan ruang public kota.




ESENSI PROYEK


Taman Budaya Borneo; “Wajah” kota Pontianak


Sesuai dengan judulnya, Taman Budaya Borneo merupakan sebuah ruang public yang dibangun untuk mengakomodasi kegiatan pengembangan kebudayaan di Pontianak, Kalimantan Barat. Taman Budaya ini akan menjadi sebuah tempat pelatihan, promosi dan even-even budaya dari tiga suku besar di Kalimantan Barat, yakni suku Dayak, Suku Melayu dan Suku Tiong hoa.

Kedepan, Taman Budaya ini akan menjadi central park dan wajah kebudayaan masyarakat kota. Dia juga akan menjadi ikon dan karakter kota dimana masyarakatnya hidup dan berjalan beriringan layaknya harmonisasi kebudayaan itu sendiri.




LOKASI PROYEK


Lokasi Taman budaya ini berada di pusat kota, yakni di Jalan A. Yani dan jalan Pang Maran, jalan yang merupakan jalan utama dan daerah komersial di Pontianak. Daerah ini juga merupakan kawasan kantor pemerintah seperti kantor gubernur, kantor pengadilan tinggi, Polda Kalbar, sekolah-sekolah dan kampus, dan beberapa kantor pemerintahan lainnya. Secara geografis lokasi ini berada dipusat kota dan mudah dijangkau sehingga bisa diakses oleh masyarakat dari berbagai sudut kota Pontianak.




Lokasi Site

Dari tata ruang dan rencana pengembangan kota, daerah A. Yani merupakan daerah yang akan berkembang cepat dan menjadi salah satu pusat bisnis dimasa yang akan datang. Hal ini akan memberi dampak positif pada Taman Budaya Borneo ini karena lokasinya yang juga amat representative.



Kebutuhan Ruang


Facilities :
1. Exibition Room / Convention Room

2. Rumah Budaya Dayak

3. Rumah Budaya Cina

4. Rumah Budaya Melayu

5. Rumah Budaya Nusantara

6. Panggung Terbuka (2 stage)


Ruang/bangunan penunjang:

7. Warung Kopi (5 kios)

8. Rumah Makan (5 kios)

9. Mini Café (3 kios)

10. Kios-kios Penjualan Cinderamata (5 kios)

11. WC dan Toilet Umum

12. Taman untuk public

13. Ruang Pameran terbuka




Sumber Tulisan


www.kompas.com

www.kalbar.go.ig

www.pontianakpost.com

www.disbudpar.go.id

18 November 2009

STUPA 7 UTS





TAMAN BUDAYA BORNEO


Keragaman Sosial Budaya Dayak, Melayu dan Cina Sebagai “Wajah” Masyarakat Kota Pontianak.




Tain Odop :: 5085 221 005


Dosen :: Priyo Pratikno ST, MT




UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

@ 2009





PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG PROYEK


Sebagai sebuah kota yang terus berkembang dan menaungi begitu banyak elemen masyarakat, kota Pontianak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif. Masyarakat kota hidup dengan rukun dengan toleransi yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kehidupan kotanya yang bersahaja dengan kehidupan para pemeluk agama yang juga saling menghargai.

Kehidupan masyarakat kota yang bersahaja dan bertoleransi tinggi tersebut perlu ditingkatkan agar kehidupan social masyarakatnya mampu mencerminkan sebuah kebudayaan yang hidup dalam tatanan social tinggi. Hal ini akan membuat sebuah identitas masyarakat menjadi lebih berbudaya, berkarakter dan berkembang dalam tatanan zaman masa kini.

Kehidupan social budaya masyarakat kota perlu dinaungi dalam sebuah lingkar kebudayaan dan bentuk fisik yang nyata, agar bisa menjadi sebuah kebanggaan yang utuh dan menjadi bukti nyata bagaimana masyarakatnya berkembang beriringan.

Sebagai sebuah kota dengan keragaman kehidupan social budaya yang komplek, Pontianak memiliki beragam suku bangsa yang belum terekspos sebagai sebuah potensi wisata daerah. Setidaknya ada tiga suku besar dengan kultur budaya yang kuat di kota ini. Ketiga suku besar ini adalah Suku Dayak, Suku Melayu dan Suku Tionghoa. Suku-suku lain seperti Jawa, Madura, Batak, Bugis, dan Padang merupakan suku yang juga ada di Pontianak namun persentasenya lebih kecil dibandingkan ketiga suku diatas.

Karakter kota yang berbudaya dengan tatanan kehidupan social yang beragam tadilah yang menjadi bahan pertimbangan bagaimana menciptakan kota yang semakin berkarakter, berbudaya dan semakin bertoleransi. End product dari latar belakang pemikiran ini nantinya akan menciptakan sebuah ruang fisik kebudayaan yang mampu menaungi kebutuhan social budaya masyarakat dalam bentuk Taman Budaya yang dinamakan Taman Budaya Borneo.

Bangunan ini nantinya merupakan wajah kota, wajah kebudayaan dan wajah social masyarakat Pontianak yang diwakili oleh arsitektur budaya dan social masyarakat Dayak, Melayu dan Tionghoa. Tujuan akhirnya akan menciptakan sebuah ruang public yang akan menaungi even-even budaya dan kegiatan promosi kebudayaan di kota Pontianak itu sendiri.



I.2 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Seperti yang telah kita ketahui, di Kalimantan Barat berdomisili berbagai suku-suku dari Nusantara. Suku-suku tersebut hidup berdampingan dan tumbuh bersama dalam keberagamannya. Suku-suku utama dengan persentase yang cukup besar seperti Dayak, Melayu dan Cina (Tionghoa) telah member warna kebudayaan yang kental dalam kehidupan sehari-hari di kota ini.

Pontianak sebagai kota Katulistiwa juga semakin kaya keberagaman social budayanya dengan hadirnya suku-suku bangsa lain seperti Jawa, Sunda, Madura, Batak, Bugis, Flores, Bali, dll. Program pemerintah pusat yang menggalakkan transmigrasi dari dan ke keberbagai daerah juga telah menciptakan sebuah komunitas cultural yang baru sehingga semakin memperkaya keberagaman tersebut. Tidak jarang terjadi cross culture alias kawin silang kebudayaan sehingga semakin memperkaya keberagaman dan kehidupan social yang saling memahami.




GEOGRAFIS KOTA



Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie (lahir 1742 H) yang membuka pertama Kota Pontianak pada Oktober 1771.

Kota ini merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat. Luasnya mencakup 107,82 Km2 yang terdiri dari 5 Kecamatan dan 24 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa dengan ketinggian Kota berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut.

Wilayah administratif dan perbatasan yaitu:

A. Bagian Utara: dengan Kecamatan Siantan

B. Bagian Selatan: dengan Kec. Sungai Raya, Kec. Sungai Kakap dan Kec. Siantan.

D. Bagian Barat: dengan Kecamatan Sungai Kakap.

E. Bagian Timur: dengan Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Ambawang.



Jumlah Penduduk


Jumlah penduduk di Kota Pontianak setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 1980 jumlah penduduk keseluruhan mencapai 299.490 jiwa, dalam kurun waktu 10 tahun (1990) meningkat menjadi 396.658 jiwa atau dengan pertumbuhan sebesar 3,24 %, sedangkan pada tahun 2000 jumlah penduduk keseluruhan mencapai 464.534 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 1,71 %.

Sedangkan sampai dengan tahun 2008 jika dibandingkan dengan tahun 2000 jumlah penduduk mencapai 543.996 jiwa atau dengan pertumbuhan mencapai 2,14 % per tahun.



SUKU BANGSA


Sebagai kota yang terbuka dengan kota-kota lain serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya sehingga menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Hampir sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia terwakili menjadi warga masyarakat kota. Suku-suku bangsa yang ada di Kota Pontianak seperti suku bangsa Dayak, suku bangsa Batak, suku bangsa Padang, suku bangsa Jawa, suku bangsa Bugis, suku bangsa Melayu, suku bangsa Tionghoa, dan lain-lain.



EVENT BUDAYA


Event/peristiwa budaya yang dapat menarik wisatawan manca negara maupun wisatawan nusantara dan diadakan secara berkala di Kota Pontianak seperti sebagai berikut:


Festival Budaya Bumi Khatulistiwa

Diselenggarakan setiap 2 (dua) tahun dimulai tahun 1991, tahun 1993, tahun 1995 dan tahun 1997. Festival ini dipusatkan di Kota Pontianak dengan mengundang daerah-daerah lain di Pulau Kalimantan serta daerah-daerah di Pulau Sumatera diselenggarakan pada tanggal 21 sampai dengan tanggal 25 Maret pada tahun penyelenggaraannya. Dan pada festival ini dirangkaikan dengan peristiwa alam yang tejadi di Kota Pontianak yaitu kulminasi matahari.


Lomba Dayung Hias dan tradisional

Pertama kali diadakan pada tanggal 22 Maret 1997 dengan memperlombakan sampan-sampan tradisional yang dihiasi ornamen-ornamen budaya masing- masing daerah.




Even Budaya Tahunan


Gawai Dayak

Diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 20 Mei sampai dengan tanggal 25 Mei di Rumah Betang di Jalan Sutoyo Pontianak, event ini diselenggarakan untuk menumbuh kembangkan budaya suku Dayak yang masih berkembang seperti budaya seni, budaya sosial sebagai penduduk asli Kalimantan Barat.


Peristiwa Budaya

Yang setiap tahun diadakan di Kota Pontianak beriring dengan Hari Ulang Tahun Pemerintah Kota Pontianak jatuh pada tanggal 23 Oktober kemudian Hari Ulang Tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.


Pada acara/event ini ditampilkan tari-tarian, permainan rakyat, kerajinan rakyat yang berkembang di daerah Kalimantan Barat. Event-event tersebut diatas merupakan rangkaian peristiwa yang menjadi daya tarik wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara untuk berkunjung ke Kota Pontianak.



Naik Dango

Naik Dango merupakan acara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis Dayak yang biasa diselenggarakan pada Rumah Betang di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak.


Meriam Karbit/Keriang Bandong

Festival Meriam Karbit biasanya diselenggarakan pada bulan Puasa (Ramadhan) menjelang Hari Raya Lebaran (Idul Fitri) dimana masyarakat yang berada di sisi Sungai Kapuas saling berhadapan dan membunyikan meriam karbit yang saling bersahutan. Perayaan ini dijadikan Festival Meriam Karbit kemudian dilanjutkan dengan Festival Keriang Bandong. Perayaan ini diselenggarakan oleh masyarakat dengan memasang lampu minyak tanah dengan asesoriesnya sehingga kelihatan menarik. Setiap rumah di pinggir Sungai Kapuas memasang lampu berwarna- warni yang dirangkaikan menjadi bentuk-bentuk yang menarik.


Imlek

Imlek merupakan perayaan tahun baru bagi masyarakat Tionghoa (Cina). Setiap tahunnya orang-orang suku Tionghoa merayakan hari tahun baru ini. Disebagian besar kota Pontianak dengan populasi sekitar 28%, kemeriahan Imlek bias menjadi sebuah daya tarik even budaya yang unik dan amat khas di Kalimantan Barat. Selain di Pontianak kota, perayaan imlek juga dirayakan besar-besaran di Singkawang dan beberapa kabupaten lain di Kalbar.


Cap Go Meh/Barongsai

Cap Go Meh adalah perayaan yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis China (Tionghoa) dengan menampilkan barongsai/naga. Penyelenggaraan jatuh pada 15 hari setelah Tahun Baru masyarakat China (Tionghoa).





KONSEP DAN TEMA PERANCANGAN




TEMA PERANCANGAN


Keragaman Sosial Budaya Dayak, Melayu dan Cina Sebagai “Wajah” Masyarakat Kota Pontianak.



Arsitektur Sebagai Representasi Kehidupan Bermasyarakat


Kehidupan masyarakat kota yang beragam tersebut perlu ditingkatkan agar kehidupan social masyarakatnya mampu mencerminkan sebuah kebudayaan yang hidup dalam tatanan social tinggi. Hal ini akan membuat sebuah identitas masyarakat menjadi lebih berbudaya, berkarakter dan berkembang dalam tatanan zaman masa kini. Kehidupan social budaya masyarakat kota perlu dinaungi dalam sebuah lingkar kebudayaan dan bentuk fisik yang nyata, agar bisa menjadi sebuah kebanggaan yang utuh dan menjadi bukti sejarah bagaimana masyarakatnya tumbuh, berkembang dan berjalan beriringan.

Sebagai sebuah kota dengan keragaman kehidupan social budaya yang komplek, Pontianak memiliki beragam suku bangsa yang belum terekspos sebagai sebuah potensi wisata daerah. Tiga suku besar dengan kultur budaya yang kuat di kota ini yang telah disebutkan diatas menjadi sebuah representasi arsitektural kehidupan dan sejarah kota. Karenanya perlu diciptakan sebuah ruang public yang memiliki cita rasa dan karsa agar representasi kebudayaan tersebut tercipta dalam bentuk fisik sehingga cross culture dan keberagaman ini menjadi satu dalam bentuk arsitektur dan ruang public kota.





ESENSI PROYEK


Taman Budaya Borneo; “Wajah” kota Pontianak


Sesuai dengan judulnya, Taman Budaya Borneo merupakan sebuah ruang public yang dibangun untuk mengakomodasi kegiatan pengembangan kebudayaan di Pontianak, Kalimantan Barat. Taman Budaya ini akan menjadi sebuah tempat pelatihan, promosi dan even-even budaya dari tiga suku besar di Kalimantan Barat, yakni suku Dayak, Suku Melayu dan Suku Tiong hoa.

Kedepan, Taman Budaya ini akan menjadi central park dan wajah kebudayaan masyarakat kota. Dia juga akan menjadi ikon dan karakter kota dimana masyarakatnya hidup dan berjalan beriringan layaknya harmonisasi kebudayaan itu sendiri.





LOKASI PROYEK


Lokasi Taman budaya ini berada di pusat kota, yakni di Jalan A. Yani dan jalan Pang Maran, jalan yang merupakan jalan utama dan daerah komersial di Pontianak. Daerah ini juga merupakan kawasan kantor pemerintah seperti kantor gubernur, kantor pengadilan tinggi, Polda Kalbar, sekolah-sekolah dan kampus, dan beberapa kantor pemerintahan lainnya. Secara geografis lokasi ini berada dipusat kota dan mudah dijangkau sehingga bisa diakses oleh masyarakat dari berbagai sudut kota Pontianak.




Lokasi Site

Dari tata ruang dan rencana pengembangan kota, daerah A. Yani merupakan daerah yang akan berkembang cepat dan menjadi salah satu pusat bisnis dimasa yang akan datang. Hal ini akan memberi dampak positif pada Taman Budaya Borneo ini karena lokasinya yang juga amat representative.



Kebutuhan Ruang


Facilities : 1. Exibition Room / Convention Room

2. Rumah Budaya Dayak

3. Rumah Budaya Cina

4. Rumah Budaya Melayu

5. Rumah Budaya Nusantara

6. Panggung Terbuka (2 stage)


Ruang/bangunan penunjang:

7. Warung Kopi (5 kios)

8. Rumah Makan (5 kios)

9. Mini Café (3 kios)

10. Kios-kios Penjualan Cinderamata (5 kios)

11. WC dan Toilet Umum

12. Taman untuk public

13. Ruang Pameran terbuka

14.




Sumber Tulisan


www.kompas.com

www.kalbar.go.ig

www.pontianakpost.com

www.disbudpar.go.id



03 Januari 2009

Poster -Poster

LAtar BelakanGKebutuhan Akan Sarana Olahraga Yang RepresentatifTidak bisa dipungkiri lagi bahwa sebuah kota yang sedang berkembang tentu membutuhkan sarana dan prasarana olah raga yang memadai. Kebutuhan akan sebuah ruang olah raga ini menjadi semakin penting takkala kehidupan masyarakat berbanding lurus dengan prestasi perkembangan olah raga manusianya. Dan, kebutuhan sarana itu sudah perlu disediakan dikota seperti Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini. Tentu saja kebutuhan sarana olah raga seperti GOR atau Stadion, atau gedung pusat olah raga yang refresentatif menjadi jawaban akan kebutuhan-kebutuhan itu. Selain menjadi sebuah media penghimpun kegiatan olahragawan, pusat kegiatan olah raga juga bisa menjadi arena memupuk prestasi para atlit untuk berkembang dan menjadi embrio manusia unggul daerah. Selain itu, sebagai sebuah kota yang terus berkembang, tentulah sarana olah raga yang refresentatif akan membawa sebuah nama baru berupa identitas kebanggaan bernama prestasi. Sarana olah raga yang refresentatif akan mengangkat nama kota, baik dari sisi prestasi olahragawan-nya maupun prestasi sebagai kota yang mampu membangun sebuah landmark kota. GEDUNG OLAH RAGAGOR kepanjangannya adalah Gedung Olah raga. Sebagai sebuah gedung olah raga, GOR mampu menampung beberapa kegiatan olah raga, baik olah raga yang bersifat prestatif maupun olah raga bersifat rekreatif. GOR pada umumnya merupakan tempat menyelenggarakan sebuah pertandingan resmi, baik pada tingkat daerah maupun pada tingkat nasional. Bahkan pada momen tertentu GOR juga digunakan untuk pertandingan-pertandingan berskala Internasional. Ini berarti bahwa GOR akan menampung banyak kegiatan olah raga yang mampu membawa keharuman bagi daerah dimana GOR itu berdiri. Bagi masyarakat lokal, kehadiran GOR akan membawa dampak positif untuk kegiatan perekonomian mereka, masyarakat lokal bisa melakukan kegiatan perdagangan disekitar GOR. Kedepan, efek positif dari pembangunan sarana olah raga seperti ini akan mampu membangun semangat kebersamaan pada masyarakatnya karena mereka memiliki tempat yang nyaman dan megah untuk bersosialisasi. Masyarakat membutuhkan sebuah ruang publik yang bisa dugunakan untuk berkumpul, bertemu, bermain dan bergembira. Kehadiran GOR ,menjadi sebuah media yang mampu menampung kebutuhan sosialita itu.Bagi pihak pemerintah daerah, pembangunan gedung olah raga ini tentu saja amat menguntungkan, selain ada sebuah sarana olah raga yang megah yang mencerminkan keberadaan kota dan kinerja pemerintah daerah, sarana olah raga ini juga akan menjadi tempat pembinaan para atlit lokal yang berprestasi. Pemerintah daerah akan semakin bangga karena sarana olah raga ini mampu mengangkat nama baik daerah dikancah Nasional bahkan Internasional.KONSEP BANGUNAN GOR SLEMANBangunan GOR ini akan berdiri diatas lahan seluas 10.000 m2, dengan posisi berada dipinggiran jalan Magelang-Jogjakarta, tepatnya di Beran, daerah perkantoran kabupaten Sleman. Sebagai sebuah gedung olah raga, bangunan ini diharapkan mampu menampung beberapa kegiatan sekaligus, baik yang berupa tempat olah raga khusus seperti Tennis Lapangan dan Badminton, maupun kegiatan olah raga lain berupa tempat rekreasi santai bagi masyarakat Sleman. Konsep Utama desain GOR ini merupakan hasil penggabungan dari tiga kreasi imajinasi. Konsep imajinasi yang pertama adalah kreasi gubahan masa dari kemegahan Candi Borobudur. Kemudian, bentuk konsep yang kedua adalah hasil imajinasi dari Kibaran Bendera Merah Putih yang sedang mengangkasa, yang dipadu dengan Lambang Kota Sleman (konsep ketiga) berbentuk Piramid-Sleman Sembada.Ketiga penggabungan konsep ini mampu menghasilkan sebuah desain GOR yang unik, megah, kontekstual dan futuristik. Fasad GOR tampil berani dengan sosok yang elegan dengan kombinasi bentuk yang sangat baik. Bentuk atap seolah seperti trap-trap atap pada stupa Candi Borobudur dan penyelesaian fasad bangunan seperti kibaran bendera merah putih yang sedang ditiup angin diangkasa. Warna merah dan putih amat dominan pada bangunan GOR ini.Seperti kita ketahui, Candi Borobudur merupakan sebuah maha karya terhebat dan termegah dimasa lalu, Candi ini berbentuk stupa-stupa yang dibangun bertrap dari bawah hingga keatas. Candi borobudur merupakan gambaran kejayaan Kerajaan Masa lalu di Jogjakarta yang mampu menghipnotis orang-orang masa kini untuk berkunjung kesana.Pertimbangan lain untuk menggabungkan konsep GOR ini adalah karena sejak awal, kita ingin memberikan sebuah spirit pada bangunan GOR, sehingga ada semangat pertandingan yang mampu memberikan aura kepada para atlit yang sedang bertanding untuk menjadi yang terbaik demi mengharumkan nama Sleman DIY dan Indonesia.Pada akhirnya konsep-konsep ini akan menjadi sebuah identitas baru pada masyarakat Kota Sleman-DIY terutama dalam bidang olah raga. GOR ini akan menjadi sebuah master piece desain yang menggambarkan semangat, kemajuan, kejayaan masa lalu, prestasi masa kini dan semuab kebanggaan yang kontekstual dimasa kini.